Begini Cara Kementan Katrol Daya Saing Cabai Nasional
By Abdi Satria
nusakini.com-Pengalengan-Kebutuhan masyarakat terhadap cabai tidak pernah berhenti, meski jumlahnya hampir merata sepanjang waktu. Kita yang hampir setiap saat mengkonsumsi cabai segar maupun olahan boleh jadi tidak tahu bagaimana sebenarnya proses budidayanya. Cabai jenis rawit merah yang identik dengan sambel setan maupun cabai besar yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan ternyata dihasilkan melalui usaha budidaya yang tidak sederhana.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Moh Ismail Wahab saat dihubungi menyebut budidaya cabai tak hanya persoalan tanam, namun juga melibatkan tersendiri.
“Merawat tanaman cabai butuh kesabaran, keuletan dan seni efisiensi. Kalau hanya asal tanam tanpa upaya efisiensi, jatuhnya pasti merugi", ujar pria berdarah Madura yang familiar dengan media tersebut. "Jangan harap cabai memberi keuntungan optimal kalau nanemnya tidak pakai seni budidaya ramah lingkungan. Yang ada untung di depan, tapi buntung di belakang."
Menurut Ismail, saat ini masih banyak petani yang mengandalkan budidaya konvensional, pakai pestisida maupun pupuk kimia. "Dampaknya, hama penyakit bukannya makin hilang justru makin kebal dan jenisnya beragam. Belum lagi dampak residu pestisida yang harus ditanggung konsumen. Ini perlu kita ingatkan terus menerus kepada petani dan petugas lapang," ungkapnya serius.
Terkait harga cabai yang lambat beranjak naik, menurut Ismail, bukan harga cabai yang rendah, tapi biaya usaha tani yang memang masih mahal. "Bayangkan, puluhan juta hanya dipakai buat beli pestisida yang belum tentu itu diperlukan dan pupuk yang berlebihan tanpa ada analisa kebutuhan hara. Bagaimana kita bersaing dengan produk luar negeri?”
Senada, Kepala Bidang Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Uung Gumilar saat ditemui usai acara Bimbingan Teknis Usaha Budidaya Cabai yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura di Pangalengan Jawa Barat (4/4) menekankan pentingnya efisienai biaya produksi.
"Kita mikirnya jangan hanya memproduksi dan menjual cabai ke pasar becek saja. Kita harus sudah mulai berorientasi ekspor. Sedangkan orientasi ekspor kuncinya di daya saing. Kalau produk kita saja sudah tidak sehat dan tidak efisien, bagaimana produk kita laku di pasar modern, apalagi di luar negeri," kata Uung.
Pihaknya juga menyoroti masih banyak petani melakukan usaha budidaya tanpa memperhatikan konservasi lingkungan.
"Jangan sampai kita mewariskan kepada anak cucu usaha budidaya yang tidak sehat atau yang mengancam kelestarian lingkungan. Kami dukung upaya Kementan mendorong produksi cabai yang sehat, efisien dan ramah lingkungan,” paparnya.
Juhara, champion cabai asal Bandung mengaku optimistis para petani secara bertahap akan mengikuti anjuran Kementan dalam budidaya cabai yang efisien dan sehat.
“Nyatanya anggota kelompok tani kami sudah banyak yang mulai mengarah ke organik. Tidak mudah memang mengubah mindset petani. Kami memulai dari lingkup kecil. Tapi kalau tidak terus kita gencar suarakan, lama kelamaan cabai lokal kita bisa bisa hilang dilindas produk negara lain," ungkap Juhara semangat.(p/ab)